Cari Blog Ini

Selasa, 04 Juni 2013

Catatan ringkasan (review) buku Novel Sastra


“ REMAJA PERWAN DALAM CENGKRAMAN MILITER ”
Buah karya Pramudya Ananta Toer
Pada zaman penjajahan jepang yaitu pada tahun 1942-1945 yang lalu,jepang telah menguasai seluruh daerah di Indonesia.jepang mengadakan sistem kerja paksa atau kerja rodi. Hasil panen diserahkan kepada jepaang.rakyat Indonesia juga dipaksa bekerja membangun jembatan mereka tidak digaji atau dikasih makan,bahkan mereka dibiarkan mati. Pada saat itu tersiar kabar,tepatnya pada tahun 1943,bahwa jepang memberi kesempatan belajar bagi para pemuda pemudi Indonesia ke Tokyo dan Singapura. Pada saat itu beliau bekerja sebagai juru ketik di kantor berita Domei.beliau menulis surat dari kesaksian para sahabat dan pengalaman yang beliau alami dalam  Tahanan Politik (Tapol) jepang. Kesaksian para tahanan politik (tapol) itu kemudian dituturkan kembali oleh Pramoedya Ananta Toer dalam bentuk surat yang ditujukan kepada generasi muda Orde Baru. Para Bupati dan Lurah dipaksa untuk mematuhi perintah jepang untuk menyerahkan anak gadisnya hanya demi keselamatan jabatan dan pangkat semata. Orang tua mereka pun berada dalam ancaman jepang,sehingga dengan berat hati dan terpaksa menyerahkan anak gadis untuk dibawa atau di angkut. Menurut cerita dari Suwandi Hadisuwarno.yang pada saat itu orang tuanya menjadi RT di kampungnya,beliau mengetahui ada 3 remaja yang berangkat ke Tokyo,bersama ayahnya dan ternyata tujuannya lain yakni dijadikan romusha,namun sang ayah yang berhasil kabur tanpa membawa kabar dari anaknya yang tidak tahu nasibnya,beliau mendarat di Samarinda,namun memang banyak pula yang menjadi korban kekejaman militer jepang. Sebenarnya jepang tidak pernah mengumumkan secara resmi terutama dalam Osamu Serei (lembaran Negara) dan merupakan suatu kesengajaan untuk menghilangkan jejak perbuatan kejinya agar tidak diketahui pihak lain. Jepang juga  memilih remaja perawan yang belum dewasa untuk dijadikan pemuas kebutuhan seks atau wanita penghibur (‘Jugun Ianfu’) para serdadu jepang,karena remaja yang belum dewasa tersebut tidak berani melawan atau tidak berdaya.
     Para remaja perawan yang diangkut dengan kapal sebelumnya telah dikumpulkan,mereka dibawa dengan tujuan awal yang mereka tahu adalah ingin belajar melanjutkan pendidikan ke Tokyo dan Singapura,namun tidak demikian kenyataannya,mereka dibawa ketempat pengumpulan dalam sebuah kompleks perumahan yang dipagari kawat berduri kota Praja di Surabaya yang terus-menerus didatangi opsir jepang dengan mobil yang keluar masuk yang dijaga prajurit Nippon. Mereka dikurung dan dijaga dengan tujuan agar mereka tidak berhubungan dengan orang luar. Jumlah mereka antara 40-50 gadis.mereka diangkut ke pelabuhan. Menurut saksi hidup A.T.Kadir yang saat itu ikut dalam pelayaran mengatakan bahwa dari tanjung perak kapal mengangkut rombongan para remaja dan romusa,kapal tersebut dikawal oleh dua kapal perang jepang.seorang gadis diantaranya bernama Sumiati,putri Asisten Wedana Kecamatan Pesantren,Kediri mulai meragukan janji jepang tersebut. Menurut Makhudum sati(1894),sebagian gadis di ungsikan ke Australia berangkat dengan rombongan ke irian jaya,dipulau ini ia bertemu dengan 17 remaja yang terlihat kurus kering bermuka ceking.kira-kira lulusan SMP,mereka ikut disekolahkan jepang namun lepas dari 1,5 mil dari pelabuhan ,para serdadu jepang tersebut serentak memperkosa dan menodai perawan remaja kita.mereka berlarian diatas kapal demi menyelamatkan diri dan kehormatannya,masing-masing namun tangan dan kaki mereka kalah kuat oleh prajurit jepang dan terjadilah perlakuan bejat tersebut. Menurut cerita dari Sukarno Martodiharjo saat wawancara di Wanakencana 1978 menceritakan bahwa ada banyak remaja perawan yang menjadi korban janji jepang untuk melanjutkan sekolah ke Tokyo dan Singapura,salah satunya bernama Sumiati,ia menangis saat menceritakan bagaiman kisah hidupnya yang pahit,dia diasramakan bersama 50 gadis yang datang dari jawa lainnya. Selama dalam cengkraman serdadu jepang,mereka dijadikan pemuas nafsu seks ,setiap gadis mendapatkan satu bilik dan bila serdadu jepang ingin berhajat seks datang kekamar harus menuggu giliran dengan membawa karcis yang disediakan,begitu seterusnya. Remaja perawan tersebut dipaksa untuk melayani mereka.setelah jepang kalah perang melawan tentara sekutu sekitar tahun1953. Gadis-gadis tersebut bagaikan hidup dalam pembuangan,tidak diurus dan tidak mendapatkan fasilitas hidup yang layak,hanya makan seadanya diasrama,sebenarnya mereka ingin pulang ke kampung halamannya,akan tetapi terhambat banyak kendala,seperti berikut:
1.      Mereka tidak tahu bagaimana dan kemana mereka akan pulang,karena mereka banyak yang dibawa ketempat yang sangat terpencil dan uang pun tak punya. Walaupun ingin pulang,namun ada rasa malu karena ternodai,menanggung beban moral sendiri,nama keluarga mereka telah tercemar bila kembali pulang.
3.                      Mereka tidak dicari keluarganya,mungkin dilupakan,dianggap hilang atau tidak ada.
Tentang nasib teman-teman seasrama dari mereka setelah jepang menyerah,ada diantaranya yang dibawa ke jepang entah kemana,mereka berpencar keadaan ekonomi menghalangi mereka saling berhubungan, namun dalam pembuangan ini,ada juga yang mendapat keberuntungan hidup bahagia,seperti seorang putri dari Direktur Pabrik Gula Madukismo,K.H yang semula berangkat bersama jepang untuk melanjutkan sekolah tinggi keluar negeri malah ditempatkan disebuah hotel sebagai”pelayan”, namun pada saat itu,ia bertemu dengan W yang seorang Heiho ,W melarikan K.H dan hidup bahagia.,namun beban moral masih tetap nayata difikiran,untuk itulah ia sengaja tidak berani menghubungi keluarganya yang ada dipulau jawa.
Senja 16 agustus 1969, penulis dan 800 orang yang menjadi buangan atau tahanan politik jepang berlayar menuju pulau Buru dan mendarat di pelabuhan Wai Apu(Wai artinya sungai). Pernah suatu ketika pada tahun 1972,seorang teman Radius Sutanto yakni teman sepembuangannya bercerita bagaimana pengalamannya bertemu dengan dua orang wanita Alfuru yang berumur sekitar 50-an berpakaian rapi,kulitnya bersih dan tidak terkena Kaskado (sejenis penyakit kulit) seperti orang pedalaman Alfuru,ternyata mereka adalah remaja perawan yang dulu dibuang di pulau Buru hingga menua,namun mereka tidak ingin kembali ke Jawa. Kehidupan yang suram membuat masa muda nya hilang dan mengalami kemerosotan peradaban dan kebudayaan yang Primitive yang hidup ditengah-tengah suku Alfuru yang masih Nomaden.seorang wanita bernama Sulastri diceritakan oleh AM Suyud ternyata telah diperistri oleh seorang lelaki Alfuru yang masih primitive dan tidak menyukai kami (tahanan politik) dan dengan begitu saja hilang kabarnya. Suwarti juga mengalami nasib serupa, para gadis digiring ke benteng bawah tanah di kaki gunung Pala Mada yang terpencil sekali. disana mereka kehilangan kehormatannya,cita-cita,harga diri dan kehormatan,hubungan dengan dunia luar serta peradaban dan kebudayaan, mereka dibuang dan menghilang di pembuangan ini, ada yang menikah dengan lelaki Alfuru namun ada juga yang mati dan tidak tahu rimbanya. Mereka hidup sangat memprihatinkan,wabah penyakit kulit dan Filariasis (kaki gajah) sudah menyebar daerah tersebut. Untuk itulah para tahanan politik pun membentuk Tim Khusus untuk membantu menyembuhkan mereka di unit-unit pengasingan atau sumber wabah tersebut. Dari catatan Soeprihono Koeswandi (14 februari 1976), ia bertemu dengan seorang wanita buangan yang bernama Kartini dan anaknya di Adipura dalam bahasa Buru:
“ngama ee kamdo”.(bapak apa kabar?) Tanya anaknya dengan ramah.
“koko ngama?” (hendak kemana bapak)
“iko bana saja”.(kemari saja) jawab beliau.
Gadis kecil itu berbisik kepada ibunya tetapi kami tidak bisa mendengarnya.
“ino wae.”(minum air)
“Ino wae damina !”
“Mo,yako ino wae dabridi pe”(tidak,saya minum air dingin saja).gadis itu pun segera minum karena kelihatan haus. percakapan terus berlanjut dan ternyata Kartini mengaku berasal dari jawa,ia dijadikan istri dan punya anak dan bersuamikan lelaki Alfuru, Kartini juga mengalami cerita yang sama dengan gadis remaja lainnya,ia mengalami kekerasan fisik dan bathin, ia dikurung didalam rumah,dipaksa melayani Tentara jepang,karena ia sering jatuh sakit,ia tidak di”pakai” lagi dan akhirnya melarikan diri ke hutan dan bertemu dengan seorang Alfuru yang kini menjadi suaminya dan tidak mau pulang ke jawa. catatan dari Sarony: ada seorang temannya ingin mencari bibi temannya berinisial bu F dengan nama Bolansar dalam bahasa buru, setelah lama mencari akhirnya mereka dipertemukan di Buru Utara. Bu F menceritakan bahwa jepang adalah penipu,ia berhasil meloloskan diri dan mendapatkan pertolongan dari nelayan di Pulau Buru Utara dan kini memiliki seorang anak,namun suaminya meninggal dan diperistri lagi oleh lelaki Alfuru(1978). Dari catatan ini juga dapat diketahui bahwa ada wanita buangan yang bernama Bolansar yang pernah ditemui nya saat hendak turun gunung belanja garam yang ternyata orang Jawa Tengah,Pemalang. Saat dalam perjalanan menuju penyulingan minyak kayu putih dari Giri pura,dari ciri-cirinya terlihat seperti wanita jawa dengan raut wajah dan kegemarannya menonton wayang. Setelah mendaki tebing dan memasuki aliran sungai Wareso dengan membawa beban yang amat berat untuk sampai ke puncak,lalu kami (Tapol) beristirahat dan singgah di kampong Efilehang, keadaan kampungnya sangat primitive, setelah itu melanjutkan perjalanan dari satu bukit ke bukit yang lainnya, hingga malam hari mereka beristirahat di lembah Warian Lehang yang juga masih sangat primitive,disana tidak ada penerangan dan masih tradisional.terkadang suku Alfuru mengawasi gerak gerik kami(Tapol) dan sangat penuh kecurigaan, rumah yang kami tempati hanya beratap daun dan ada pula rumah yang belum beratap dengan makanan seadanya. Banyak di antara mereka yang berpenyakit kulit, Bolansar kini telah menjadi ibu Kepala Adat,ia tidak mau bercerita banyak mengenai keluarganya khawatir mendapatkan sanksi adat, disana ia tidak luput dasi penyiksaan dan dilarang bicara dalam bahasa apapun kecuali bahasa Buru. Lalu ada lagi wanita dari Klaten  yang bernama Mulyati yang ia temui saat menemui kepala adat Bamanniwelaheng yang bernama Lige, Saroni pun segera memulai pertanyaan mengenai gadis-gadis jawa yang dibawa serdadu jepang,dan ternyata istri dari kepala adat tersebut adalah ibu Mulyati,beliau adalah istri tertua dari enam orang istri kepala adat tersebut, adalah suatu kebiasaan adat Alfuru bagi jawara yang ditakuti diseluruh kampung boleh beristri banyak kepala adat itu bisa membeli perempuan yan ia inginkan,Perempuan di Pulau Buru layaknya seperti barang dagangan yang bisa di perjual belikan semau nya sendiri.
.              Saroni dan teman-temannya tertarik untuk menjejaki ibu Mulyati di kampung Wai Temon Baru. Setelah menapaki perjalanan panjang ,sampai lah di Wai Temon, namun kini kampung itu telah ditinggal penghuninya, kami pun mendaki bukit dan terus melangkah melewati rawa-rawa,sampai di kampung Wai Hi ternyata telah lama kosong tak berpenghuni dan akhirnya kami sampai di kampung Nison, penduduk kampung ini hanya menggunakan pakaian seadanya saja, duduk melingkari api untuk menghilangkan dinginnya malam, Saroni dan teman nya mulai menyatakan maksud dan tujuan nya yaitu untuk mencari seseorang, disana terlihat jelas keadaan yang sangat memprihatinkan, seorang bocah kehilangan air susu ibunya dan harus dibesarkan hanya dengan ampas singkong hingga perut nya tampak membesar tidak normal,mereka tak pernah memakai beras/nasi untuk makan, mereka hanya berburu binatang babi di hutan. Kami (tapol) masih terus mencari informasi tentang remaja perawan yang dulu dibuang di pulau Buru. Ruangan bilik kamar yang mereka tempati dipenuhi Kole-kole (sejenis perahu seperti didaerah Maluku yang memakai dua pasang cadik kecil) yang dibuat oleh anak-anak dan ditumpangi sesaji. didalam ruangan terdapat Humaelet (kuburan) dengan hiasan dan sesaji di atasnya, ada pinang, sirih, air kopi dalam cangkir termasuk daging di atas piring untuk Pamali beremedi, Pamali adalah seorang tua yang dipercaya memiliki kekuatan yang dapat mengilangka roh jahat di adat Buru. Saroni sembat membidik ruangan Humakoin (tempat kuburan dan sesaji) mengguanakan Tustel atau kameranya, namun ternyata Kepala Adat Nison marah besar, ia berteriak dan untuk menghindari bahaya beliau pun harus segera meninggalkan kampung tersebut bersama dua orang temannya mantra dan surip,sedangkan nur dan karno masih disana untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan Kepala Adat Nison,namun setelah meluruskan masalah,Kepala Adat Nison tetap saja tidak percaya dan menganggap bahwa mereka telah menghina Adat Nisan,akhirnya,setelah diceritakan oleh anak nya maka kepala adat Nison pun mau mengerti dan memperbolehkan anaknya mengantarkan Nur dan Karno pulang hingga mempertemukannya dengan  Saroni dan dua temannya lagi. mereka mendaki bukit dean menuju kampung Wai Temon, saat dalam perjalan ada dua orang wanita dan seorang pria, yang wanita membawa beban berat sambil mendukung anaknya, namun suaminya berjalan tanpa membawa beban hanya tombak saja,pemandangan ini sering terjadi. sampailah mereka dikampung Wai Temon latun,diiriingi dengan Man Beta yang ikut dalam perjalanan bersama mereka,akhirnya mereka sampai ke rumah Man Beta,sesampainya disana,Mantri yang bertugas mengobati istri Man Beta yang perutnya membuncit namun bukan sebab mengandung melainkan karena penyakit hepar nya,sementara itu Saroni memasuki rumah yang ada disebelahnya,disana ia menemukan seorang ibu yang sudah jompo ,kelihatan lemas karena penyakit yang dideritanya, Saroni membawanya ke humatita,dan saat ditanya kan siapa ibu itu ternyata ibu tua itu bernama Ridah yang selama ini dicari-cari oleh kami. sang ibu tersebut kini telah kehilangan penglihatannya (rabun) dan tidak dapat diajak bicara banyak. sungguh sangat menyesakkan dada. sesaat kemudian mereka pun pamit pulang kepada Man Beta.
Pada tahun 1979, wabah flu menyerang seluruh kampung didaratan Wai Apu dan sekitarnya. wabah ini mengakibatkan banyak penduduk suku Alfuru yang meninggal dunia setelah tak mampu diselamatkan oleh pamali, mayat banyak yang terdampar di atas batu kerikil dan dagingnya dimakan burung liar. Kaki kirinya telah hanyut. Tetapi para tapol itu tak berani menguburkannya, khawatir terjadi insiden dengan adat.  Pertimbangannya, air Kali Wai Lo dikonsumsi orang Alfuru, yang pada saat itu sedang kejangkitan wabah.
tersiar kabar pula bahwa ibu Mulyati telah meninggal dunia pada tanggal 12 maret 1979, keadaan Jasadnya sudah rusak dan ditemukan persis ditempat yang dulu berada. Sungguh akhir yang sangat memilukan hati.
“…kalian para perawan remaja, telah aku susun surat ini untuk kalian,bukan saja agar kalian tahu tentang nasib buruk yang bisa menimpa para gadis seumur kalian,juga agar kalian punya perhatian terhadap sejenis kalian yang mengalami kemalangan itu…Surat kepada kalian ini juga semacam protes,sekalipun kejadiannya telah puluhan tahun lewat…”         
(Pramoedya Ananta Toer).
& Pelajaran yang bisa kita petik dari kisah sejarah buku Perawan Remaja Dalam Cengkraman Militer Jepang :

®    Sebagai sesama remaja perempuan harus peduli terhadap nasib sesama kaum.
®    Kita harus berfikir kritis dan realistis terhadap apa yang terjadi di lingkungan sekitar kita.
®    Berani menentang dan melawan apabila dilecehkan baik secara fisik maupun psikis.
®    Jangan mudah terpengaruh dan terlena dengan janji-janji palsu.

1 komentar:


  1. MERUBAH NASIB DI DUNIA PESUGIHAN
    Brawal ush sana-sini cri pesugihan, namun hsl nol , htg bnyak & ke2cewaan bertubi2, trakhir sy akses ke daerah jateng , lebih parah lagi, biaya ritual sdh sy serahkan tapi sy malah duduk diam dan menunggu dirumah kosong ( tdk bernuasa mistis ) siang sy dtmpt tsb, tdk ada yg sy lakukan, hny tgg dan menunggu terus, smp pd akhirnya ada org yg ckp lumayan tua dtg dan menyapa, dan bilang pd sy besok pg sy harus segera kembali ( plg kerumah ) krn ghoib/ jin nya berpesan seperti itu, rasa curiga sy tepiskan dan sy sdkt bertanya kpd bpk tsb, sy tdk melakukan apa2 ( ritual ) tapi knp sy besok disuruh plg? Tapi ya sudahlah sy ikuti semua aturan mainnya, kata bapak tsb yg mengaku juru kunci, ghoibnya sdh menunggu dirumah dan menanti kehadiran sy, pesan si bapak sy smp dirumah wjb siapkan tmpat khusus, krn ghoib tsb ingin bertemu dan melakukan hub sex, krn yg sy tuju nikah jin, alhasil sdh 1 bln tdk kunjung smp ghoib/jin dpt temuin sy, akhirnya sy coba redakan untuk berkutet keinginan dunia pesugihan dlm kurun wktu 1 bln, sy cb cri info mgkin sj, ada ptjuk yg sy dptkan, sy buka INTERNET PASUGIHAN TAMPA TUMBAL MANUSIA dan sy temukan pesugihan 1jam cair, , sy hub no 082 369 439 555 atas nama KY ARIF kmdian sy coba plajari, dan krm pesan sesuai yg diperintahkan KY ARIF! 2 jam sy dpt respon, ada percakapan dan diskusi , pd akhirnya dng uang yg tersisa sy pilih pesuigihan qorin ( tuyul putih ), bentuk padat dari tuyul qorin sy dpt lht dng jlz, sy berinteraksi dng full, sepasang sosok yg sngt lucu dan sdkt menyeramkan, sy puas dan senang , krn dari org yg membantu sy , tuyul bru dpt difungsikan saat diri melihat ghoib scr nyata ( bukan lwt mimpi / bayangan ) besoknya tepat jam 7 pg sy bw kepasar ramai penjunjung dan penjual, 1 hari sy minta tuyul tsb berikan sy uang 5 jt s/d 10 jt, hal ini terus dan terus berjalan dng baik, smp pd akhirnya stlah pengeluaran usha cri info pesugihan yg slama ini sy bnyak htg sdh tertutupi sy memelihara tuyul krn sy ingin mendapatkan uang yg jmlahya cpt dan nilainya ratusan juta, untuk org yg senasib dng saya .igin merubah nasib seperti saya silahkan >>>>>KLIK DISINI PESUGIHAN TAMPA TUMBAL<<<<<
    Hub KY ARIF DI NO 082 369 439 555

    BalasHapus